Oleh:
Ahmad Dzawil Faza
(IsEF SEBI,
Koordinator Komisariat Tangerang FoSSEI Jabodetabek)
Bisnis merupakan salah satu dari sekian jalan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya Allah SWT telah memberikan arahan
bagi hamba – Nya untuk melakukan bisnis. Dalam Islam sendiri terdapat aturan
maupun etika dalam melakukan bisnis. Kita sudah diberikan contoh riil oleh
Rasulullah SAW.bagaimana beliau melakukan bisnis dengan cara berdagang. Bahkan
hal tersebut telah dilakukannya dari kecil ketika diajak pamannya Abu Thalib
untuk berdagang ke Syam. Dan dimana ketika seorang saudagar wanita kaya yakni
Siti Khadijah r.a mempercayai beliau untuk menjual dagangannya kepasar maka,
Rasulullah pun melaksanakannya dengan kejujuran dan kesungguhan.
Dalam pandangan Islam
terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau
melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin dalam
berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan
syariat. Rasulullah SAW.banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di
antaranya ialah: Pertama,bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam
doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis.
Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam
tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu
jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani).Kedua, dalam Islam tidak
hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga harus
memperhatikan sikap ta’awun (tolong – menolong) diantara kita sebagai implikasi
sosial bisnis. Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens
melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi
bisnis. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan
sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”.
Dalam hadis riwayat Abu Dzar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih
bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan
memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Keempat, bisnis dilakukan
dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali
dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. 4:
29).Kelima, bahwa bisnis yang
dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278)
dan masih banyak lagi etika ataupun petunjuk bisnis dalam Islam. Semua yang
disebutkan diatas harus benar – benar dilakukan agar apa yang kita lakukan
mendapat ridho- Nya.
Selain kita
berhubungan dengan manusia yang lain (hablum minannas) kita juga harus
menjalin hubungan dengan Sang Khaliq (hablum minallah), sehingga dalam
setiap tindakan kita merasa ada yang mengawasi yakni Allah SWT. Keyakinan ini
harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini
karena bisnis dalam Islam tidak semata – mata orientasi dunia tetapi harus
punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka
persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi
Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang
sebagai dua hal yang bertentangan sebab, bisnis yang merupakan simbol dari
urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat
investasi akhirat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya
investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas
kepatuhan kepada Allah SWT), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan
kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam
Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi
mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan (diniatkan sebagai
ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.
Jika sekiranya kaum
muslimin mengetahui dan memahami apa saja yang harus ada pada pribadi pembisnis
yang sesuai dengan dustur yang telah ada ( Al- Qur’an dan Al- hadits), maka
niscaya akan tercipta suasana yang harmonis serta akan terjalin ukhuwwah
Islamiyah diantara kita. Dan hanya kepada –Nya lah semua urusan dikembalikan.
Yaa Illaahi Anta maqshudi wa ridhooka mathlubi. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar